Penyebaran Mikroba di dalam Tanah
1.
Susunan
Tanah
Tanah terdiri atas hancuran batu-batuan.
Partikel itu ada yang sebesar butiran pasir, adapun yang sangat halus yang
lebih kecil daipada 0,02mm, yaitu yang merupakan lumpur. Hancuran yang halus
itu merupakan suatu sistem koloid dalam air, ingat sajalah akan air yang
berwarna keruh (coklat) karena mengandung lumpur.
Sifat-sifat tanah bergantung kepada besar
kecilnya partikel-partikel yang merupakan komponen-komponen tanah tersebut.
Misalnya, tanah pasir berbeda dengan tanah liat dalam hal kemampuan menahan
air, kemampuan mengurung udara dan karenanya juga berbeda dalam menahan panas.
Didalam tanah terdapat air kimia, yaitu air yang bersatu dalam partikel; air higroskopik, yaitu air yang melekat
pada partikel tanah; air kapiler,
yaitu air yang berada di sela-sela partikel tanah, dan air gravitasi, yaitu air yang berkumpul sebagai genangan di atas
lapisan tak tembus air.
Kecuali itu, tanah mengandung mineral.
Elemen-elemen yang ada di dalam tanah dapat berbentuk ion-ion, dan ion-ion
mempengaruhi keasaman atau kebasaan tanah. Lazimnya keasaman dan kebasaan tanah
itu dinyatakan dengan pH. Air kapur adalah basa, dan air yang banyak mengandung
sampah-sampah biasanya asam.
Penyinaran (radiasi) dari matahari
berpengaruh besar terhadap kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Partikel
tanah, elemen-elemen, pH, udara, air, sinar adalah komponen-komponen anorganik.
Mereka merupakan faktor-faktor alam.
Di dalam tanah terdapat juga hancuran dari
sisa-sisa makhluk hidup, bagian-bagian ini merupakan komponen organik.
2.
Komposisi
Tanah
Bila suatu tanah dianalisis merupakan
campuran yang terdiri dari bahan organik, bahan anorganik, air, udara yang
kesemuanya tercampur menjadi satu dalam keadaan yang sedemikian sempurnanya
sehingga bahan-bahan penyusun itu sukar dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya. Susunan rata-rata atas dasar volume yang dianggap optimal untuk
keperluan pertanian, adalah 45% senyawa organik, 25% air, 25%, udara, 5%
senyawa organik.
Senyawa organik merupakan akumulasi
sisa-sisa tanaman yang sebagian telah diuraikan, dan bahan organik ini
merupakan bagian yang mudah diserang oleh jasad hidup di dalam tanah yang
sebagian besar tersusun oleh mikroba, seperti bakteria, jamur, ragi, mikroalga,
dan protozoa. Karenanya mikroba merupakan bagian dari tanah yang memegang peranan
yang menentukan di dalam bentuk, sifat, dan tekstur tanah.
Pada umumnya mikroorganisme-mikroorganisme
tersebut lebih banyak terdapat di atau dekat permukaan tanag, Makin masuk ke
dalam tanah, makin berkuranglah penghuninya. Protozoa hidup dari zat organik,
termasuk bakteri yang masih hidup. Alga hidup autotrof dan memperkaya tanah
dengan bahan-bahan organik. Bakteri dan jamur hidup sebagai saprofit dan
mengahancurkan bahan-bahan organik.
Umumnya bakteri autotrof dan bakteri saproba
merupakan populasi yang besar. Bakteri parasit kurang dapat bertahan di dalam
tanah disebabkan karena kondisi substrat dank arena kompetisi dengan mikroba
yang lain.
Satu golongan bakteri yang khas penghuni
tanah dan yang memberi bau tanah ialah genus Streptomyces. Waksman menemukan
suatu spesies dari Streptomyces yang
menghasilkan obat streptomisin.
Diketahui kemudian bahwa susunan mikroflora
dalam tanah sebagian besar tersusun oleh bakteri dan jamur, kemudian mikroalga.
Ini berhubungan juga dengan peranan yang sangat besar dari bakteri tanah,
sehingga rata-rata didapatkan antara 320.000 – 500.000 sel bakteri per gram
tanah pasir, 360.000 – 600.000 sel bakteri per gram tanah lempung, dan antara
2.000.000 – 200.000.000 sel bakteri per gram tanah subur yang mengandung banyak
senyawa organik.
3.
Humus
Sisa-sisa makhluk hidup, terutama dari
tumbuh-tumbuhan yang hancur di dalam tanah merupakan suatu kumpulan zat-zat organik
yang disebut humus. Penghancuran
dilakukan oleh berbagai mikroba. Jamur dan beberapa genus bakteri seperti Bacterium dan Cytophaga. Dapat menghancurkan selulosa. Lignin, getah-getaham dan
lilin lebih sukar untuk dihancurkan, dan oleh karena itu merupakan komponen
humus yang lebih permanen. Selanjutnya komponen-komponen yang mempengaruhi
keasaman dan kebasaan humus.
Pengudaraan yang baik dan temperatur
sekitar 30oC adalah faktor-faktor optimum bagi mikroba untuk
menghabiskan humus. Hanya di hutan-hutan lebat yang kurang sinar dan kurang
terdapat lapisan humus yang agak tebal. Humus memberi warna hitam kepada tanah
dan tanah hitam dikenal sebagai tanah yang subur.
Manfaat
humus di dalam tanah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Humus merupakan dasaran yang lunak dan
berongga dan dengan demikian mudah ditembus akar.
b.
Humus mempunyai kemampuan besar untuk
menahan air. Air tidak lekas menghilang sebagai air gravitasi atau mengalir ke
tempat-tempat yang rendah yang akhirnya dapat menimbulkan banjir.
c.
Humus merupakan persediaan makanan bagi
kehidupan tumbuhan dan mikroba.
Penebangan hutan di lereng-lereng gunung
maupun perladangan dan persawahan perlu sekali diatur untuk mencegah
terhapusnya humus, erosi, dan banjir.
Perlu dimaklumi, bahwa sampai sekarang
kita belum menemukan cara bagaimana mengubah bahan plastik menjadi zat-zat
anorganik yang dapat diresap oleh tumbuhan. Selama ini bahan plastik merupakan
pencemaran tanah.
4.
Mikroba
Tanah
Populasi
mikroba di dalam tanah terbagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
a.
Golongan
autohtonus, yaitu golongan mikroba yang selalu tetap
didapatkan di dalam tanah dan tidak tergantung kepada pengaruh lingkungan luar
seperti iklim, temperatur, dan kelembaban.
b.
Golongan
zimogenik, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya di dalam
tanah diakibatkan oleh adanya pengaruh-pengaruh luar yang baru. Misalnya dengan
adanya penambahan senyawa organik.
c.
Golongan
transien, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya bersamaan
dengan adanya penambahan secara buatan, misalnya dalam bentuk inokulum
(preparat hidup mikroba) Rhizobium, atau
Azotobacter, dan sebagainya ke dalam
tanah.
5.
Peranan
Mikroba di dalam Tanah
Peranan penting baik di dalam ilmu
tanah, ilmu pertanian, dan bidang-bidang lain dari mikroba tanah adalah siklus
mineral, yang terdiri dari: siklus nitrogen, siklus fosfor, siklus sulfur, dan
siklus karbon.
a.
Siklus Nitrogen
Udara yang kita hisap setiap saat, 80%
lebih tersusun oleh unsur nitrogen. Tetapi walalupun udara di atas sebidang
tanah sangat kaya akan unsur tersebut, tidak ada sepersekian persen pun yang
secara langsung dapat digunakan oleh tanaman. Sehingga setiap saat para petani
harus menambahkan sumber nitrogen ke dalam tanah dalam bentuk pupuk yang
mengandung nitrogen seperti urea, ZA, NPK, dan sebagainya,
Nitrogen memasuki tanah dalam bentuk
ammonia dan nitrat bersama air hujan, dalam bentuk hasil penambahan nitrogen
bebas atau dalam bentuk penambahan pupuk sintesis.
Tetapi kenaikan kandungan nitrogen tanah
yang cukup tinggi, lebih banyak disebabkan oleh adanya kemampuan beberapa
mikroba untuk memfiksasi. Nitrogen organik yang terbentuk kemudian diubah
menjadi ammonia melalui proses deaminasi,
karena ammonia dapat diubah secara langsung diasimilasikan oleh mikroba atau
diubah terlebih dahulu menjadi senyawa nitrat secara nitrifikasi.
Nitrifikasi merupakan proses aerob yang
terjadi pada tanah dengan pH netral dan akan terhambat prosesnya dalam keadaan
anaerob atau dalam keadaan tanah menjadi asam.
Proses nitrifikasi ini terjadi dalam
beberapa tingkat, yaitu:
·
Oksidasi ammonia menjadi nitrit:
Nitrosomonas
2NH3 + 3O2 2HNO2
+2H2O + 156.8 kal
Nitrosococcus
·
Oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat
Nitrobacter
2HNO2 + O2
2HNO3
+ 44 kal
Tetapi proses dapat terjadi sebaliknya
yaitu senyawa nitrat diubah menjadi nitrir kemudian menjadi ammonia. Proses ini
dinamakan proses denitrifikasi.
Escherichia Coli Pseudumonas

NO3-
NO2- NH3
Denitrifikasi
Proses nitrifikasi dan denitrifikasi
dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.
Untuk bidang pertanian, karena pada akhirnya
yang diperlukan oleh tanaman adalah
senyawa nitrat, maka proses nitrifikasi sangat menguntungkan. Sebaliknya di
dalam badan air untuk pengadaan air minum misalnya, kelebihan kandungan nitrat
sangat tidak diharapkan. Karena kelebihan nitrat akan menyebabkan blooming,
eutrofikasi ataupun proses-proses yang merugikan lainnya. Sehingga
denitrifikasi sangat menguntungkan di dalam keadaan ini.
Siklus nitrogen merupakan proses
berantai yang sangat kompleks, dimana semua jasad, sejak mikroba, tanaman, dan
hewan ikut berperean didalamnya, yaitu:
·
Nitrogen udara ditambat secara fisik
(loncatan bunga api listrik), secara kimia (pabrik pupuk), dan secara biologis
(fiksasi), kemudian jatuh ke dalam tanah, dan dimanfaatkan oleh tanaman.
·
Tanaman yang hidup subur kemudian dijadikan
bahan makanan oleh hewan dengan menghasilkan protein hewani dan kotoran.
·
Kalau kemudian kotoran dan tanaman
(hewan) mati jatuh di tanah, oleh bakteri pembusuk akan diuraikan menjadi NH3
yang selanjutnya menjadi nitrit dan nitrat.
·
Nitrat merupakan pupuk untuk tanaman,
sehingga sebagian lagi melalui proses denitrifikasi akan diubah menjadi nitrit,
ammonia, dan kemudian nitrogen yang langsung terkumpul diudara.
Yang penting untuk diketengahkan adalah
kemampuan dari sekelompok mikroba, baik yang hidup secara simbiosis ataupun
bebas, mempunyai kemampuan untuk memfiksasi nitrogen udara. Sehingga akibatnya,
peranan kedua kelompok mikroba tersebut untuk memfiksasi nitrogen udara, besar
pengaruhnya terhadap nilai ekonomi tanah pertanian.
b.
Siklus Belerang
Belerang tersedia di dalam jumlah yang
banyak berbentuk sulfat (batu-batuan) atau gas SO2 di udara.
Tumbuh-tumbuhan dan mikroba dapat langsung mengasimilasikan senyawa sulfat dan
mereduksinya menjadi senyawa-senyawa lain (sulfridil). Organik sulfur dari
tanaman akan dikembalikan lagi ke dalam tanah melalui senyawa protein dengan
menghasilkan H2S di dalam proses dekomposisi oleh bakteri, Kemudian
H2S akan dioksidasi oleh bakteri-S missal Thiobacillus berbentuk sulfat. Dalam keadaan anaerobik, maka
bakteri pereduksi sulfat (missal Spirilum) mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S
kembali, yang terjadi di dalam tanah atau kawasan yang tergenang air.
Siklus belerang yang terjadi secara
alami di mana-mana terutama di dalam tanah dan pada daerah tergenang ait,
merupakan proses berantai yang melibatkan banyak jenis bakteria.
c.
Siklus Karbon
Sisa tanaman mengandung banyak senyawa
kimia yang larut dalam air seperti gula dan asam amino, serta senyawa lainnya
yang tidak larut seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa.
Sisa tanaman bukan merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroba tanah karena di dalamnya sangat kekurangan
vitamin, asam amino dan zat penumbuh, juga bentuk fisiknya sukar dihancurkan.
Selama proses pertama dekomposisi
beberapa mikroba dapat tumbuh sehingga bentuk fisik sisa tanaman tersebut lebih
terbukan bagi mikroba lainnya. Lebih lama lagi oleh hewan tanah permukaan bahan
tersebut dihancurkan, hingga mempermudah mikroba hidup dan berkembang di
dalamnya. Proses yang kemudian timbul adalah humifikasi, yaitu proses yang tidak berlangsung sempurna dari
perombakan sisa-sisa tanaman sehingga sebagian bahan organik masih tertinggal
di dalam tubuh tanah, membentuk benda amorf, berwarna tua yang disebut humus.
Humus memang senyawa kimia yang tidak
diketahui susunannya, berwarna kuning hingga coklat tua, mempunyai daya gabung
besar dengan air. Dari dalamnya selain akan dihasilkan CO2, juga
senyawa-senyawa lain seperti fosfat, ammonia, nitrit, nitrat, dan sebagainya.
d.
Siklus Fosfor
Fosfor merupakan elemen yang sangat
penting di dalam kehidupan dan berada dalam bentuk fosfolipida., asam nukleat,
dan ATP. Kehadirannya ridak sebesar karbon dan nitrogen, tetapi sangat
menentukan sebagai faktor pembatas di dalam nutrien. Fosfor akan didapatkan di
dalam tanah dengan kadar 400-1200 mg/Kg, dan kurang dari 5% didapatkan dalam
bentuk fosfat-inorganik, khususnya dengan Ca dan Fe. Di dalam jaringan tanaman,
elemen fosfor didapatkan dalam bentuk fitin, fosfolipida, asam nukleat,
koenzim, dan sebagainya.
e.
Mikroba Rizosfir
Ada suatu keunikan terhadap sekelompok
mikroba yang hidup di daerah sekitar tanaman. Ini berhubungan dengan sistem
akar tanaman tinggi tidak hanya berasosiasi dengan senyawa-senyawa organic dan
anorganik yang berada di sekelilingnya, tetapi juga dengan sekelompok mikroba
tanah yang sangat aktif.
Bentuk dan sifat dari mikroba sekeliling
akar ini jauh berbeda dengan misalnya kelompok mikroba yang beberapa cm jauhnya
dari permukaan akar. Kehadirannya secara tiba-tiba, tetapi sudah merupakan
sifat alami sejak biji tanaman tersebut berkecambah. Sehari-hari kelompok
mikroba tersebut dipengaruhi oleh akar , juga sebaliknya akar sangat
dipengaruhi oleh kelompok mikroba tersebut. Oleh Hiltner tahun 1904, daerah
unik sekitar akar ini dinamakan rizosfir. Berdasarkan kepada letaknya, daerah
rizosfir terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
· Rizosfir
dalam, daerah populasi mikroba yang letaknya sangat dekat dengan permukaan akar.
· Rizosfir
luar, daerah populasi mikroba yang letaknya beberapa mm di luar permukaan akar.
Bagian tanah yang langsung menempel
kepada permukaan akar disebut rizoplan.
Daerah rizosfir selain unik dalam bentuk
dan sifat mikrobanya, juga merupakan daerah yang subur dan kaya akan jenis-jenisnya.. Kalau
dibandingkan dengan daerah beberapa cm jaraknya dari permukaan akar, kepadatan,
dan kesuburan mikroba di daerah para rizosfir sangat tinggi.
Mikroba di daerah rizosfir pada umumnya
bersifat saprofit, walau kadang-kadang timbul kontaminasi yang bersifat
parasit. Tetapi karena sidar antagonistik, maka umumnya kontaminasi tersebut
dapat ditekan dan dihilangkan. Perbedaan yang nyata dalam jumlah dan kesuburan
populasi mikroba di daerah rizosfir dan bukan, disebabkan karena adanya:
· Akumulasi
sumber nutrien yang dihasilkan dari sekresi akar.
· Akumulasi
sumber nutrien yang dihasilkan dari perombakan kulit/pengelupasan kulit akar.
f.
Mikroba yang Merugikan
Berbagai jenis penyakot yang disebabkan
oleh bakteria dan jamur, ternyata banyak yang disebabkan oleh mikroba tanah.
Karenanya, mikroba tanah bukan hanya sumber populasi mikroba yang
menguntungkan, juga banyak yang merugikan. Sehingga kalau tanah mau digunakan
untuk percobaan, maka sebelumnya harus disterilkan terlebih dahulu agar mikroba
patogennya dapat dihilangkan.
Daftar Pustaka
Dwidjoseputro,
D.Dr.Prof. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.
Suriawiria,
Unus, Drs. 1994. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.